Aku seorang yang menggemari
sastra, memahami, mengerti dan membuatnya. Awalnya aku kira ini hanya hobi,
ternyata ini cita-cita yang tidak pernah aku duga.
Dia, seseorang yang semakin membuatku menyukain sastra,
membuatku menyukai sebuah syair yang bermaksud menyayangi, syair yang bertujuan
untuk mengungkapkan rasa. Dia membuatku menyukai sebuah cerpen, yang bermaksud
menceritakan segala perasaanku padanya. Dia juga membuatku mulai menyukai
menunggu. Menunggunya untuk menyukaiku, menunggunya untuk terlebih dahulu
mengutamakan perasaannya padaku.
Dia seseorang yang acuh tapi tak pernah membuatku jenuh menanti.
Dia seseorang yang egois tapi tak pernah membuatku menangis karna lama menunggu.
Aku tau dia tak menyukaiku, aku tau diapun tak tau bahwa aku menyukainya.
Banyak karya sastra yang sudah kuhasilkan, mayoritas berkisahkan
tentang dia, tentang bagaimana perasaanku untuknya. Pernah aku berniat untuk
memberikan 1 cerpen hasilku untuknya, tentang perasaanku yang kuubah perannya
menjadi orang lain.
Aku menemuinya di sekolah, mengatakan bahwa sore ini aku ingin
menemuinya di taman dekat danau kota. Walaupun ia tetap acuh dengan apa yang
kubicarakan, tetapi ia masih menghargaiku, ia bilang ia akan datang nanti sore
untuk menemuiku.
Pukul 3 sore, dengn hati yang tidak menentu, dengan perasaan
yang masih simpang siur, aku menunggunya di kursi taman dekat danau kota.
Satujam berlalu, jam 4 sudah lewat, iapun belum datang, tapi aku tetap yakin ia
datang. Tiba-tiba hujan turun, air hujan yang membuatku menjadi basah kuyup
karna menunggunya di kursi taman itu, hingga pukul 5 sore, hujan belum juga
reda, sama seperti dia belum juga datang.
Dalam hati, mulai ada perasaan yang membuatku lelah untuk
menunggunya, hujan yang belum juga reda, menuntunku untuk menurunkan hujan baru
dari mataku, entah mengapa aku harus meyakin nangis, sedangkan aku yakin bahwa
ia akan datang. Tak terasa pukul 7 malam, menjadikanku merubah semua
perasaanku, menjadikan aku membuang semua perasaanku membuang semua perasaanku
yang sudah ku tuliskan melalui sastra.
Baru kali ini, dan mungkin hanya ini, rasa kejenuhanku mulai
tumbuh, rasa pesimisku mulai hadir. Dan hatiku yang lelah membawaku untuk
pulang, membuang apa yang telah aku siapkan untuknya yang sudah luntur
terbasahi derasnya hujan dan air mata.
Aku
tak tau engkau datang atau tidak ketaman itu, yang jelas 4 jam lalu aku masih
menunggumu, dengan seluruh perasaanku. Dan mulai aku beranjak dengan seluruh
kekecewaanku, aku tak akan menunggumu lagi.
0 comments:
Post a Comment